Sabtu, 26 September 2009

Upacara-Upacara Kematian Suku Dayak Maanyan


Hampir semua suku Dayak yang ada di Kalimantan Selatan menggambarkan kemuliaan dunia baru yang akan dituju oleh roh orang yang meninggal dunia (negeri arwah/tumpuk audiau) yang merupakan sebuah negeri kaya raya berpasir emas, berbukit intan, berkerikil manik-manik dan penuh dengan kesenangan, kesempurnaan yang berarti tidak ada lagi kesusahan serta tangisan.
Dengan adanya hukum-hukum upacara kematian, terutama setelah kematian tatau matei yang meninggalkan sisa adanya mayat seperti sekarang maka penyelenggaraan upacara kematian harus selalu dilaksanakan sesuai dengan keberadaan dan tingkat perekonomian masyarakat pendukungnya.

Dalam perkembangan selanjutnya penyempurnaan ini melahirkan berbagai bentuk upacara kematian seperti yang dilakukan sekarang ini. Untuk daerah hukum adat suku Dayak Maanyan yang meliputi wilayah Banua Lima, Paju Empat dan Paju Sepuluh terdapat bentuk-bentuk upacara kematian sebagai berikut:

1. Ejambe, yaitu upacara kematian yang pada intinya pembakaran tulang si mati. Pelaksanaan upacaranya sepuluh hari sepuluh malam. Upacara ini tidak pernah lagi dilakukan di desa Warukin.
2. Ngadatun, yaitu upacara kematian yang dikhususkan bagi mereka yang meninggal dan terbunuh (tidak wajar) dalam peperangan atau bagi para pemimpin rakyat yang terkemuka. Pelaksanaannya tujuh hari tujuh malam.
3. Mia, yaitu upacara membatur yang pelaksanaannya selama lima hari lima malam.
4. Ngatang, yaitu upacara mambatur yang setingkat di bawah upacara Mia, karena pelaksanaannya hanya satu hari satu malam. Dan kuburan si mati pun hanya dibuat batur satu tingkat saja.
5. Siwah, yaitu kelanjutan dari upacara Mia yang dilaksanakan setelah empat puluh hari sesudah upacara Mia. Pelaksanaan upacara Siwah ini hanya satu hari satu malam. Inti dari upacara Siwah adalah pengukuhan kembali roh si mati setelah dipanggil dalam upacara Mia untuk menjadi pangantu keworaan (sahabat pelindung sanak keluarga).


Isi dari berbagai upacara kematian biasanya berupa pergelaran berbagai kesenian atau tari-tarian tradisional Dayak Maanyan seperti Gintur, Giring-Giring, Dasas, Ebu Lele, dan sebagainya, jadi upacara kematian merupakan kesenangan belaka karena para pengunjung bebas untuk memperlihatkan kebolehannya.

Asal Mula Upacara Kematian Dayak Maanyan

Marthyn Zhu (Asal Mula Upacara Kematian Dayak Maanyan)



Ebook by M. Ridhanie Elbanz


Sebelum diberlakukannya hukum penyelenggaraan upacara kematian di kalangan Suku Dayak Maanyan, kematian hanya dianggap sebagai perpindahan dari dunia fana ke dunia baru. Suatu dunia yang lebih menyenangkan, hak milik pribadi atau sempurna oleh sebab itu orang Maanyan menyebutnya Tatau Matei (tatau:kaya, matei:mati). Jadi menurut mereka kematian hanyalah hal biasa saja yang dinamakan tulak miidar; miidar jalan; ngalih panguli hengka marunsia (pergi pindah; pindah jalan; mengalihkan kaki dari manusia) begitu sederhananya konsep kematian menurut mereka saat itu.


Konsep kematian seperti sekarang datang akibat dari perbuatan dan keinginan manusia itu sendiri. Ada sumber lisan yang tumbuh dan berkembang serta dipercayai oleh mereka yang terus menceritakan turun temurun.


Di zaman kehidupan tradisional Dayak Maanyan berlangsung ada seorang yang bernama Amang Mandur. Hidupnya serba kecukupan dan berlebihan oleh sebab itu ia diberi gelar Damang Datu Tatau. Amang Mandur ini mempunyai 7 orang isteri yang sangat setia kepadanya bernama Ine Lean, Ine Leo, Apen Payak, Apen Kangkuyu, Apen Kangkuyak, Dayang Manget dan Patiri Untu. Namun kekayaan yang serba kecukupan ini masih belum memberi kepuasan batin bagi hidupnya, ia sangat rindu untuk pergi ke dunia lain yang baru yaitu dunia yang diperuntukkan bagi mereka yang telah tatau matei. Keinginan yang begitu kuat ia beritahukan kepada semua istrinya bahwa kini telah tiba waktunya ia akan tatau matei. Pernyataan ini sangat mengherankan para istrinya karena usia Amang Mandur belum terlalu tua dan masih segar bugar. Tetapi karena keinginan ini diungkapkan dengan sungguh-sungguh mereka pun lalu mempercayai seraya mempersiapkan semua upacara pemberangkatan.


Setelah seluruh perlengkapan tatau matei sudah siap, mulailah Amang Mandur melangkah keluar rumah. Tetapi yang terjadi tubuh Amang Mandur tidak menghilang seperti kejadian tatau matei lainnya. Kejadian yang aneh itu dibiarkan oleh orang kampung, Amang Mandur terus berjalan semakin jauh memasuki hutan belantara sekelilingnya. Sehari semalam sudah berlalu tiba-tiba keesokan harinya Amang Mandur muncul dengan tertatih-tatih dan lemah lunglai naik ke atas rumah, hal ini tentu sangat mengejutkan para istrinya. Kemudian Amang Mandur bercerita bahwa ia tidak bisa menemukan jalan menuju dunia baru.


Salah seorang istrinya mengatakan bahwa peristiwa tatau matei tidak bisa dipercepat karena perasaan itu akan datang sendiri bila sudah tiba waktunya. Sejak saat itu Amang Mandur nampak sedih dan tidak bergairah menjalani hidup lebih lama lagi di dunia fana ini. Kerinduannya akan tatau matei rupanya begitu kuat dan sangat mempengaruhi hidupnya.


Akhirnya istrinya yang keenam Dayang Manget merasa kasihan lalu menyatakan pada suaminya bahwa ia mempunyai kekuatan untuk mendatangkan tatau matei tapi secara tidak wajar. Adapun caranya adalah dengan mendengar tangisannya terus menerus. Sebagai bukti ia akan menangisi pohon kelapa, Dayang Manget pun menghadap pohon kelapa tersebut lalu mulai menangisinya. Setelah ia menangis sementara orang selesai menyiapkan sirih kinangan (erang kemapit empa) mulailah berguguran buah pohon kelapa. Dan ketika ia menangis waktu orang mulai menginang (erang ka empa) daun-daun kelapa sudah layu semua berguguran. Kemudian saat ia menangis selama waktu orang menanak nasi (erang ka pangndru) keringlah pohon kelapa itu dan mati.
Dengan menyaksikan itu Amang Mandur bersedia ditangisi Dayang Manget asal ia bisa cepat pergi ke dunia baru yang diimpikannya. Amang Mandur pun mulai berbaring lurus lalu istrinya yang ketujuh bernama Patiri Untu membentangkan kain khusus dengan tali setinggi kira-kira 2,5 meter tepat di atas suaminya, kain ini nantinya akan dinamakan lalangit (sampai sekarang lalangit ini dibuat saat mayat berada di dalam rumah, baru dilepas kalau mayat sudah dikubur).


Pada saat itulah Dayang Manget menangisi suaminya dan tak lama Patiri Untu menanyai bagaimana keadaan suaminya, Amang Mandur menjawab kepalanya pusing sekali. Dayang Manget terus menangisinya, mulai ujung kaki terasa dingin dan perlahan-lahan terus menjalar ke bagian atas tubuh sampai kepala. Tak lama sesudahnya ternyata suaminya sudah tidak bernyawa lagi. Inilah yang nantinya akan disebut tatau matei neng bangkai (mati meninggalkan mayat).


Kematian Amang Mandur ini merupakan kematian pertama yang mayatnya tidak hilang.
Dengan adanya kematian yang tetap meninggalkan mayat inilah akhirnya menimbulkan hukum untuk melangsungkan upacara kematian yang berkenaan dengan pengurusan mayat yang ada serta sebagai pengantar jalan bagi roh yang meninggalkan tubuh.

Profil Barito Timur


Kabupaten Barito Timur yang beribukota di Tamiyang, secara geografis terletak antara 1o2 LU dan 2o5 LS dan antara 114o- 115o BT. Kabubaten Barito Timur di sebelah utara berabatasan dengan Kabupten Barito Selatan, di sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Selatan dan di sebelah selatan dan barat berbatasan dengan Kabupaten barito Selatan. Luas wilayah Kabupaten Barito Timur 3.834 Km2.
Secara administratif Kabupaten ini terbagi menjadi sembilan kecamatan dan 68 desa. Daerah ini mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan antara lain di sektor perkebunan dengan komoditi unggulan berupa kelapa sawit, kelapa hibrida, kakao, karet, lada, kopi robusta, dan karet. Urat nadi daerah ini adalah pertanian, tanaman bahan pangan masih menjadi hasil utama pertanian di daerah ini yang meliputi padi, tanaman holtikultura, dan palawija, sebagian besar daerah ini berupa hutan, terutama hutan produksi tetap dan hutan konservasi, konstribusi dari hasil hutan ini berupa kayu dan bukan kayu seperti gaharu dan rotan. Barito Timur juga memiliki potensi di sektor pertambangan berupa batu bara ini bukan hanya untuk ekspor akan tetapi bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik. Dari hasil pertanian dan perkebunan ini berdampak besar juga terhadap perdagangan. Perdagangan menjadi tumpuan mata pencaharian penduduk setelah pertanian. keberadaan infrastruktur berupa jalan darat yang memadai akan lebih memudahkan para pedagang untuk berinteraksi sehingga memperlancar baik arus barang maupun jasa.

Agenda Budaya Kalimantan Tengah



Festival Budaya Isen Mulang Festival Budaya Isen Mulang merupakan festival kebudayaan Dayak yang dilaksanakan setiap tahun (19—24 Mei) dalam rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun Provinsi Kalimantan Tengah. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam rangkaian festival ini, antara lain, pertandingan sepak sawut (sepak bola api), lomba jukung hias, lomba manyipet (menyumpit), dan pemi­lihan duta wisata. Festival ini dilaksanakan di Kota Palangkaraya dan diikuti oleh seluruh kabupaten/kota se-Kalimantan Tengah. Festival Budaya Buntok Kabupaten Barito Selatan juga memiliki kegiatan yang dinamakan Festival Budaya Buntok. Festival ini diselenggarakan dalam rang­ka Hari Ulang Tahun Kabupaten Barito Selatan, diseleng­ga­rakan setiap tanggal 15-20 September. Festival Seni dan Budaya Tamiang Layang Festival Seni dan Budaya Tamiang Layang ini menampilkan kesenian dan kebudayaan daerah Barito Timur, di antaranya permainan tradisional masyarakat Barito Timur. Kegiatan ini dilaksanakan di Kota Tamiang Layang, Kabupaten Barito Timur, setiap awal bulan April. Festival Seni dan Budaya Habaring Hurung Festival Seni dan Budaya Habaring Hurung diselenggarakan untuk menyambut Hari Ulang Tahun Kabupaten Kotawaringin Timur. Kegiatan ini digelar selama beberapa hari, 1—7 Januari, diadakan di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, dengan menyajikan berbagai jenis lomba dan kegiatan kesenian daerah Kabupaten Kotawaringin Timur. Mandi Shafar Arba’ Musta’mir Ritual mandi bersama di Sungai Mentaya yang dilakukan masya­rakat Kotawaringin Timur ini dilaksanakan setiap hari Rabu ter­akhir di bulan Shafar, di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur. Festival Ayun Anak Festival ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Maulud Nabi Muhammad saw pada Bulan Rabiulawal, di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur. Pekan Budaya Daerah Gawi Berijam Pekan Budaya Gawi Berijam merupakan rangkaian perlombaan permainan tradisional masyarakat Dayak. Jenis-jenis kegiatan yang dilombakan, antara lain, dayung, kayu hantu, sepak bola api, kelotok hias, ujang dan aluh, lomba masak, bagasing, balogo, menyumpit, menebang kayu, layang-layang, berbalas pantun, dan menangkap ikan. Kegiatan ini dilaksanakan setiap tanggal 26 Maret sampai dengan 1 April, di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur. Tiwah Massal Acara Puncak Tiwah Tabuh 1-2, diadakan secara bergantian di setiap kecamatan. Dalam acara ini paling sedikit ada tiga puluh keluarga yang melakukan Tiwah. Kegiatan ini dilaksanakan setiap tanggl 18 Juli, hampir diseluruh wilayah Kalimantan Tengah. Mamapas Lewu dan Pakanan Sahur Mamapas Lewu dan Pakanan Sahur merupakan upacara pembersihan kampung halaman dari bala dan marabahaya yang dilaksanakan oleh masyarakat Kotawaringin Timur. Upacara ini digelar setiap pertengahan bulan September di Kabupaten Kotawaringin Timur. Simah Laut Ritual yang dilakukan oleh masyarakat nelayan Ujung Pandaran ini dilaksanakan setiap bulan Desember bertempat di Pantai Ujung Pandaran, Kabupaten Kotawaringin Timur. Festival Mangkikit Festival tahunan yang diselenggarakan dalam rangka memper­ingati Hari Ulang Tahun Kabupaten Katingan (Desember) ini menampilkan bermacam seni tradisional masyarakat Kabupaten Katingan. Di samping acara kesenian, dilaksanakan pula wisata petualangan yang berupa arung jeram di Riam Mangkikit. Upacara Laluhan Upacara Laluhan diselenggarakan setiap tanggal 21 Maret dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kabupaten Kapuas. Festival Jukung Hias Festival Jukung Hias adalah memperlombakan keindahan perahu tradisional (jukung) yang dihias dengan kreasi khas Kalimantan Tengah. Kegiatan ini dilaksanakan setiap bulan Agustus, di Kabupaten Pulang Pisau. Sukamara Fair Festival budaya tahunan yang memperlombakan kesenian tradisional Kabupaten Sukamara ini dilaksanakan setiap bulan Juli sampai Agustus di Kabupaten Sukamara, Kalimantan Tengah. Pekan Budaya Bumi Gawi Barinjam Festival budaya tahunan ini memperlombakan sepak bola api, kelotok hias, lomba memasak, bagasing, balogo, manyumpit, menebang kayu, dan kesenian-kesenian tradisional lainnya. Kegiatan ini dilaksanakan setiap akhir Maret sampai awal April di Kabupaten Sukamara, Kalimantan Tengah.

Suku Dayak Maanyan

Suku Maanyan merupakan salah satu dari suku-suku Dusun (Kelompok Barito bagian Timur) sehingga disebut juga Dusun Maanyan. Suku-suku Dusun termasuk golongan Rumpun Ot Danum, salah satu rumpun suku Bangsa Dayak sehingga disebut juga Dayak Maanyan. Suku Maanyan mendiami bagian timur Kalimantan Tengah terutama di kabupaten Barito Timur dan sebagian kabupaten Barito Selatan yang disebut Maanyan I. Suku Maanyan juga mendiami bagian utara Kalimantan Selatan tepatnya di Kabupaten Tabalong yang disebut Dayak Warukin. Dayak Balangan (Dusun Balangan) yang terdapat di Kabupaten Balangan dan Dayak Samihim yang terdapat di Kabupaten Kotabaru juga digolongkan ke dalam suku Maanyan. Suku Maanyan di Kalimantan Selatan dikelompokkan sebagai Maanyan II. Menurut orang Maanyan, sebelum menempati kawasan tempat tinggalnya yang sekarang, mereka berasal dari hilir (Kalimantan Selatan). Walaupun sekarang wilayah Barito Timur tidak termasuk dalam wilayah Kalimantan Selatan, tetapi wilayah ini dahulu termasuk dalam wilayah terakhir Kesultanan Banjar sebelum digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860 yaitu wilayah Kesultanan Banjar yang telah menyusut dan tidak memiliki akses ke laut, sebab dikelilingi daerah-daerah Hindia Belanda.

Menurut situs "Joshua Project" suku Maanyan berjumlah 71.000 jiwa.

Menurut sastra lisan suku Maanyan, setelah mendapat serangan Marajampahit (Majapahit) kepada Kerajaan Nan Sarunai, suku ini terpencar-pencar menjadi beberapa subetnis. Suku terbagi menjadi 7 subetnis, diantaranya :

* Maanyan Paju Epat (murni)
* Maanyan Dayu
* Maanyan Paju Sapuluh (ada pengaruh Banjar)
* Maanyan Benua Lima/Paju Lima (ada pengaruh Banjar)
* Maanyan Tanta (ada pengaruh Banjar)
* dan lain-lain

Keunikan Suku Dusun Maanyan, antara lain mereka mempraktikkan ritus pertanian, upacara kematian yang rumit, serta memanggil dukun (balian) untuk mengobati penyakit mereka.